Dilema Data Dalam Distribusi Beras Bantuan Pangan 2025
130
Pilangsari, 22 Juli 2025 – Program distribusi beras bantuan pangan tahun 2025 yang digagas pemerintah untuk membantu masyarakat rentan menghadapi tekanan ekonomi kembali menghadapi kendala lama: persoalan data penerima manfaat yang belum akurat dan sinkron di berbagai daerah.
Dalam pelaksanaan tahap awal distribusi bulan Juli ini, sejumlah warga di berbagai wilayah melaporkan tidak menerima bantuan meski merasa berhak, sementara ada pula warga yang menerima bantuan dua kali atau bukan pada kelompok sasaran, seperti halnya yang terjadi di Desa Pilangsari Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka. Menurut data Kementerian Sosial, sebanyak 22 juta keluarga telah tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima beras bantuan 10 kg per bulan. Namun, sejumlah kepala daerah menyebut data tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
“Kami menemukan banyak kasus di mana warga yang sudah meninggal atau pindah domisili masih tercatat sebagai penerima. Sementara ada keluarga miskin baru yang tidak masuk dalam daftar,” kata Bapak Surasmin, sekdes Desa Pilangsari.
Masalah Sinkronisasi Data
Masalah utama terletak pada belum sinkronnya data antara pemerintah pusat dan daerah. Proses pembaruan DTKS masih tergantung pada inisiatif dan kapasitas pemerintah daerah, yang tidak merata antarwilayah. Selain itu, kecepatan dalam mendistribusikan bantuan sering kali tidak diimbangi oleh akurasi data, yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial dan kecemburuan di masyarakat.
Upaya Perbaikan
Pemerintah mengklaim telah melakukan sejumlah langkah perbaikan, termasuk integrasi DTKS dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta penggunaan aplikasi SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial – Next Generation). Namun, tantangan di lapangan tetap besar. Dan sekarang ada lagi DTSN, yaitu data yang didasarkan pada strata desil atau tingkatan ekonomi menurut BPS.
Kami berharap untuk meningkatkan daya beli masyarakat, selayaknya data berawal dari data nol tingkat bawah yaitu tingkat RT dan kemudian ajuan tersebut diverifikasi dan divalidasi oleh lembaga terkait sehingga akurasi data lebih terjamin.
Harapan dan Kritik
Di sisi lain, transparansi dan partisipasi publik perlu diperkuat agar program bantuan pangan ini tidak hanya menjadi formalitas tahunan. Kalau datanya salah, bantuan yang mulia pun bisa kehilangan maknanya. Kami di Desa sangat merasakan bagaimana mengatur dan memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa bantuan sosial ini memang menjadi sebuah paradigma kecemburuan sosial terutama jika dikaitkan dengan data yang kurang valid. Semoga kedepan, program sosial bisa lebih diprioritaskan kepada program yang aplikatif secara ekonomi dan pemberdayaan lebih dikedepankan.